Kamis, 16 April 2015

Swasembada Gula‏ dalam Tiga Tahun Hanya isapan Jempol !!!


Jakarta, GATRAnews -Salah seorang anggota DPR Komisi VI, Nasril Bahar bersedia memotong salah satu jari kelingkingnya seandainya Indonesia berhasil melakukan swasembada gula dalam tiga tahun kedepan. Menurutnya, target tersebut tidak realistis karena kebijakan pemerintah tidak mendukung industri gula untuk berkembang.

"Hari ini saya berani pertaruhkan jari kelingking saya jika Indonesia berhasil melakukan swasembada gula dalam tiga tahun!" kata Nasril dalam rapat kerja DPR Komisi VI dengan Menteri BUMN, Menteri Perindustrian, Menteri Perdaganganm Kepala BSN dan Kepala BKPM pada Senin (6/4).

Nasril bertanya kepada pemerintah mengenai langkah konkret apa yang diambil agar Indonesia berhasil swasembada gula. "Pabrik gula nasional ada yang umurnya 100 tahun. Wajar kalau rendemennya sulit sampai 8% mustahil sampai 10%. Padahal Thailand sudah mencapai 14%," kata Nasril.

Menurut Nasril, politisi partai PAN yang sudah dua periode berada di komisi VI yang membidangi masalah perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, UKM, BUMN dan Standardisasi Nasional mengatakan para petani tebu sebagai bahan baku gula cenderung berhenti menanam tebu karena harga pokok produksi yang rendah. "Mustahil swasembada kalau HPP rendah. Lebih baik petani tebu di Lampung menanam singkong daripada tebu. Selain itu di pasar harus bertemu rembesan gula rafinasi," kata Nasril.

Ia berharap pemerintah terus meningkatkan pengawasan menenai produksi gula dan rembesan gula rafinasi yang terjadi hingga saat ini. Menurutnya, selama ini pemerintah gagal mengawasi rembesan gula rafinasi. "Saya tidak melihat greget mengenai kebijakan gula rafinasi. Tidak mendasar jika ingin swasembada gula dalam tiga tahun," kata Nasril.


Nasril mengatakan, para petani tebu yang nantinya sebagai penghasil bahan baku gula, meminta beralih profesi saja. Karena nantinya dinilai malah semakin menyusahkan.

Senin, 30 Maret 2015

Jangan Korbankan Inalum

JAKARTA (Waspada): Anggota Komisi VI DPRRI Nasril Bahar mendukung langkah Serikat Pekerja Logam, Elektronik Dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP.LEM-SPSI) PT Inalum untuk menolak rencana pemerintah mengalihkan pasokan listrik dari Inalum ke PLN sebesar 210 MW, guna mengatasi pemadaman listrik di Sumatera Utara.

Nasril mempertanyakan sikap pemerintah yang dinilainya hanya mengorbankan Inalum karena kegagalan PLN mengatasi pemadaman listrik di Sumut. " PLN yang gagal mengatasi listrik, kok Inalum yang baru kita ambilalih dikorbankan," ujar Nasril Bahar pada rapat dengar pendapat Komisi VI DPR RI dengan SP LEM SPSI Inalum, Kamis (27/11) di Gedung DPR Jakarta.
Wakil rakyat dari daerah pemilihan Sumatera Utara III ini sangat kecewa karena pemerintah masih saja memanfaatkan kegagalan untuk pencitraan.
Kegagalan pemerintah, dalam hal ini PLN untuk mengatasi pemadaman listrik, begitu gampang menyatakan mengalih listrik dari Inalum ke PLN. " Demi pencitraan dikorbankan Inalum. Seharusnya PLN itu dievaluasi, kok tidak mampu memenuhi pasokan listrik di Sumut, padahal PLN selalu minta penambahan anggaran dan subsidi. Kita harus evaluasi PLN," tukasnya sembari menawarkan agar Komisi VI DPR menjadwalkan pemanggilan PLN.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini juga mengingatkan pemerintah akan risiko yang dialami jika pasokan listrik di pabrik aluminium kebanggaan Indonesia itu.
Pengalihan listrik Inalum bukan hanya mengancam kelangsungan hidup ribuan karyawan, tapi Inalum itu bakal rugi besar bila terjadi pemadaman di Inalum akibat kekuarangan pasokan listrik. "Bila pasokan listrik kurang dan terjadi pemadaman di Inalum, katakanlah hanya 2 jam, maka dibutuhkan dana lebih kurang Rp1,5 triliun untuk menghidupkan kembali smelter," tandasnya.
Dalam rapat dengar pendapat Komisi VI DPR RI, Ketua SP LEM SPSI PT Inalum M Ridwan didampingi sekretarisnya Agus Wibowon dan pengurus SPSI Kabupaten Batubara dan SPSI Provinsi Sumut memaparkan berbagai dampak yang akan terjadi bila pemerintah mengalihkan listrik Inalum ke PLN.
Menurut Ridwan, jika listrik Inalum dialihkan sebesar 210 MW ke PLN, maka PLN sudah mendapatkan pengalihan listrik dari Inalum sebesar 300 MW dimana selama ini Inalum sudah mengalihkan listriknya sebesar 90 MW ke PLN. Pengalihan ini tentu berdampak pada produksi Inalum hingga 50 persen dan mengakibatkan 50 persen karyawan tidak produktif, dan berpotensi dirumahkan ataupun kondisi terburuk adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Efek sosial ekonomi yang terjadi akibat pengurangan produksi, tambah Ridwan, akan mengancam terjadinya PHK atas 4 ribu karyawan rekanan PT Inalum.
Hilangnya pendapatan 4 ribu karyawan rekanan, maka ada sekitar 20 ribu jiwa, paparnya, berpotensi meningkatnya angka kemiskinan yang diikuti penurunan kualitas hidup, kesehatan, pendidikan dan timbulnya ganggu keamanan di area sekitar perusahaan. Efek sosial ekonomi secara tidak langsung, menurut Ridwan, melambatnya pertumbuhan ekonomi.
Dia menegaskan, selama ini Inalum telah berkontribusi dalam membantu krisis listrik di Sumut, yang sebenarnya merupakan peran utama PLN. "Menurut kami bila dalam membantu memecahkan masalah, kami pikiri tidak harus menimbulkan masalah lain, seperti berkurangnya lapangan kerja dan dampak sosial,"pungkasnya.
Untuk itu, kami mendesak Pemerintah membatalkan rencana pengalihan listrik Inalum ke PLN, dan jangan menggangu Inalum yang saat ini sedang tumbuh dan berkembang. (aya)

BUMN Harus Fokus Pada Kompetensi Intinya

Publicapos.com - Anggota Komisi VI DPR RI, Nasril Bahar menyatakan bahwa BUMN harus fokus pada kompetensi intinya.

Nasril yang hadir pada kesempatan Rapat Kerja (Raker), dengan Menteri BUMN, Rini Soemarno, Senin (19/1), menyatakan bahwa saat ini banyak BUMN yang sudah beralih dari kompetensi intinya.
"Sudah banyak BUMN yang beralih dari kompetensi intinya. Kebanyakan dari mereka membentuk anak perusahaan dengan bisnis yang berbeda," jelasnya.

"Sebagai contoh PLN. Mereka membentuk PLN batubara yang bergerak dalam bidang trading batubara. Pertanyaannya adalah apakah tidak ada perusahaan lain di negara ini yang bisa menjual batubara?" tanya Nasril.

Nasril juga menegaskan pentingnya BUMN kembali mengorientasikan bisnisnya pada kompetensi inti. Tujuannya adalah agar sumberdaya perusahaan dapat digunakan secara efektif.

"Menurut hemat saya sangat penting bagi BUMN untuk mereorientasikan bisnisnya kembali ke kompetensi inti. Ini penting agar sumberdaya mereka dapat digunakan secara efektif," demikian pungkas Nasril. (Andy)

Nasril Bahar Ingatkan Gubsu Soal Saham Inalum

Anggota Komisi VI DPR Nasril Bahar mengingatkan Gubernur Sumut Gubernur Sumut Gatot Pudjo Nugroho dan 10 bupati/walikota di sekitar Danau Toba, untuk bergerak cepat melobi pemerintah soal jatah saham PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Jika pemda lelet, lanjut politikus dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu, dikhawatirkan akan ketinggalan dengan gerak cepat Inalum yang akan melakukan pengembangan perusahaan. Potensi pemda tak kebagian jatah sama Inalum cukup besar.
"Saya perkirakan aksi-aksi korporasi Inalum dalam dua hingga tiga tahun ke depan, akan bergerak cepat. Antara lain dengan pelepasan saham perdana, IPO (initial public offering). Jika pemda tak gerak cepat, bisa tak kebagian saham," ujar Nasril di Jakarta, Selasa (6/1).
Sebelumnya diberitakan, Juru Bicara 10 bupati/walikota, Mangindar Simbolon, mengakui, progres negosiasi dengan pusat terkait jatah Inalum yang saat ini 100 persen dikuasai pemerintah pusat, tidak jelas.
"Gubernur sudah kita surati resmi, ya mestinya gubernur mengajak kita untuk negosiasi dengan pusat. Ini kita tunggu-tunggu," ujar Mangindar Simbolon, yang juga, bupati Samosir itu, Senin (5/1).
Nasril mengatakan, memang mestinya gubernur menjadi motor dalam mempersiapkan diri untuk mendapatkan jatah Inalum. Hal yang harus segera dipastikan, lanjut Nasril, adalah konsorsium BUMD, yang melibatkan pemprov dan 10 pemkab/pemko.
Sudah tentu, masalah kesiapan dana untuk ikut membeli saham Inalum, juga harus disiapkan pemda.
Apakah gerak lambat pemda ini kamungkinan karena tidak siap dengan pendanaan? Nasril tidak berani menduga-duga. Yang pasti, lanjutnya, kalau ada masalah atau kendala-kendala, misal soal pendanaan, dirinya sebagai wakil rakyat asal Sumut yang duduk di komisi bidang perindustrian dan BUMN, siap membantuk mencarikan solusi.
"Saya nanti mencoba mencari tahu, sejauh mana kesiapan pendanaan untuk ikut ambil bagian saham Inalum ini. Kita belum tahu kemampuan pemda," cetusnya.
Seprti diketahui, DPR dan pemerintah era sebelumnya sudah punya komitmen memberikan jatah saham maksimal 30 persen, untuk Pemprov Sumut dan 10 kabupaten/kota yakni Kabupaten Karo, Dairi, Simalungun, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Samosir, Asahan, Batubara, dan Kota Tanjung Balai.

Kamis, 26 Maret 2015

Ketika Karir Politik Menjadi Pilihan

Menemui Nasril Bahar belakangan ini bukanlah hal yang mudah. “Maaf, saya lagi di luar kota. Bagaimana kalau wawancaranya lusa? Insya Allah saya sudah di Medan,” kata Nasril saat dihubungi beberapa hari lalu.
Ternyata Wakil Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Sumatera Utara (Sumut) ini tipe orang yang menepati janji. Persis pada hari yang dijanjikan Sabtu pagi kemarin (14/2), justru dia yang menelpon, mengundang datang ke rumahnya.
“Kemarin saya lagi di Kabupaten Langkat, kemudian ke Dairi dan terus melanjutkan perjalanan ke sebagian wilayah di Simalungun, untuk melihat sejauh mana perkembangan pertanian di sana. Selain itu ada beberapa kegiatan partai,” kata Nasril membuka pembicaraan di rumahnya yang nyaman di bilangan Jalan Sakti Lubis. Saat itu dia mengenakan baju kaos putih dan celana blue jeans.
Selanjutnya adalah cerita yang santai. Berbicara dengan Nasril seolah berbicara dengan kawan baik yang lama tak berjumpa. Beberapa kali tawanya terdengar. Nasril orang yang mudah diajak bicara dan terbuka untuk diajak berdebat tanpa khawatir dia akan marah jika tak setuju dengan pendapatnya.
“Saya orang yang suka melakukan sesuatu hingga tuntas. Begitu saya menyatakan sanggup menjalankan sebuah tugas, maka akan saya laksanakan hingga selesai,” kata pria yang lahir di Medan, 31 Desember 1964, ini.
Ciri khas itu juga yang dia jalankan di partai. Ketika diberi tanggungjawab sebagai Wakil Ketua bidang Pemenangan Pemilu di Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PAN Sumut pada kepengurusan priode 2000 – 2005, dia akhirnya menyatakan sanggup.
Target kemenangan PAN dan kemenangan pemilihan presiden pada Pemilu 2004 menurut Wakil Ketua PW Pemuda Muhammadiyah priode 2002 – 2006 ini, merupakan satu tekad yang menurutnya tak bisa ditawar-tawar lagi untuk diujudkan. Apalagi dia sendiri saat ini calon anggota DPR RI dari PAN untuk daerah pemilihan Sumut III, yakni Kabupaten Langkat, Binjai, Tanah Karo, Dairi, Pakpak Bharat, Simalungun, Asahan, Kota Siantar dan Tanjung Balai.
“Tidak mudah mendapat amanah ini. Saya harus selalu turun ke daerah, memastikan kaderisasi berjalan, dan mendata seakurat mungkin perkembangan peta politik di Sumut. Tanggung jawab pemenangan pemilu PAN sudah saya terima, jadi tinggal sekuat tenaga menjalankannya dan tetap berserah diri kepada Allah SWT,” kata Nasril.
Tidak Pernah Terbayang
Sebenarnya berkiprah di bidang politik, nyaris tidak pernah terbayang di pikiran Nasril. Pria yang suka membaca dan berolahraga jogging ini, sejak kecil cuma ingin mejadi praktisi ekonomi, pengusaha yang sukses, mengikuti jejak ayahnya H. Baharuddin Isa.
Hal itu terlihat dari alur pendidikannya yang semuanya berlangsung di Medan. Pendidikan dasarnya di SD di Muhammadiyah I, kemudian lanjut ke SMP Mualimin Muhammadiyah, lalu SMA Negeri 6 dan melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Sumatera Utara (UISU). Pada semester pertama saat kuliah di UISU, sebenarnya dia juga diterima di Fakultas Ushuluddin, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Medan. Namun dia akhirrnya memutuskan untuk melanjutkan di UISU karena tidak sempat membagi waktu.
Tetapi pada semester VII, dia kemudian merasa tidak nyaman akan kebijakan dekan. Bahkan dia sempat mendapat “tambahan pendidikan“ selama satu minggu di kantor polisi karena turut andil melakukan aksi penentangan di kampusnya. Dia pun pindah kuliah ke Fakultas ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) dan akhirnya tamat di sini.
Di UMSU dia pun aktif berorganisasi yang terbawa hingga sekarang. Saat ini dia tercatat memimpin Majelis Ekonomi PW Muhammadiyah Sumut. Kemudian dipercaya sebagai sebagai Ketua Forum Pengusaha Muda Muhammadiyah Sumut. Selain itu Bendahara Lembaga Adat Badan Musyawarah Masyarakat Minang (BM-3) Sumut, Ketua Ikatan Keluarga Lawang Sumut, serta Bendahara Ikatan Keluarga Luhak Agam (IKLA) Sumut. Selain itu setiap hari harus juga mengurus perusahaannya yang bergerak di bidang tekstil.
Sosok Amien Rais
Awal ketertarikannya terhadap politik tidak lepas dari sosok Amien Rais, yang kini menjabat sebagai Ketua DPP PAN dan juga Ketua MPR RI. Sosok religius dan kemapanan berpolitik dan kepedulian untuk memperbaiki bangsa yang ditunjukkan Amien Rais, membuat Nasril merasa tertantang untuk berlaku serupa.
“Ada spirit yang menakjubkan, yang membuat saya kagum pada sosok beliau. Tetapi tentu saja aplikasinya sangat sulit. Itu sudah saya rasakan sekarang,” tukas Nasril yang dianugerahi empat orang putra dan puteri, yakni Muhammad Faisal, Imam Firdaus, Dina Kharina dan Muhammad Rais Haq, dari pernikahannya dengan Hj. Dra. Kilopatra, teman masa kuliahnya di UISU.
Salah satu kesulitan utama yang harus diatasinya adalah membagi waktu. Keempat anaknya sudah mulai protes sejak Nasril sering pulang malam dan nyaris tidak punya waktu untuk keluarga, karena habis untuk mengurusi partai dan perusahaan.
“Ini merupakan konsekuensi logis dari perjuangan yang sedang saya lakukan. Tetapi Alhamdulillah, sejauh ini keluarga dapat mengerti. Saya beruntung mendapatkan istri yang penuh pengertian, dan memahami tugas yang sedang saya emban dan memberi support yang luar biasa,” kata Nasril.
Kiprah politiknya di PAN sendiri dimulai ketika seorang teman baiknya Ahmad Arif, SE. MM, Kawan sejak SD-nya yang kini duduk sebagai Wakil Ketua DPD Medan, menawarinya untuk ikut aktif di politik. Bersama Zuni Fasman, juga Wakil Ketua PAN Medan, mereka membentuk salah satu komite wilayah, hingga akhinya berhasil membentuk 60 komite kecamatan di Medan.
“Pada Musyawarah Wilayah I PAN, kami bertiga tidak mau duduk di kepengurusan dan juga legislatif. Hanya ingin memberi support moralitas. Semata-mata ikhlas untuk mendukung PAN supaya besar dan memberi pekuang kepada teman yang pengen duduk di legislatif.
Rupanya kiprah Nasril tak bisa dianggap sepi, saat terjadi penyisipan komposisi pengurus di DPW priode 1998 – 2000, namanya dimasukkan sebagai salah satu wakil bendahara, 1999. Kemudian menjadi wakil ketua pada kepengurusan DPW PAN Sumut piode 2000 – 2005.
Tak berhenti sampai di ssitu, atas kesepakatan PAN Medan dan PAN Sumut, namanya diplot untuk calon ke senayan, menjadi kandidat anggota DPR RI melalui daerah pemilihan Sumut III.
“Amanah ini memang harus membuat saya kerja keras. Tetapi yang terpenting bagaimana saya bisa membesarkan partai ini,” kata Nasril.
Amanah Partai
Pembicaraan dengan Nasril yang satu jam setengah, akhirnya dihentikan sebuah telepon. Sebenarnya sudah beberapa kali telpon berdering, namun selalu dijawabnya dengan, “Nanti saya telepon lagi, ya. Lagi wawancara…” Namun telepon kali ini membuatnya harus berbicara panjang lebar. Berkaitan dengan urusan partai.
Entah siapa yang menelpon, tetapi yang pasti, seusai menutup pembicaraan dia kemudian berucap, “Maaf, ya, 15 menit lagi saya ada pertemuan. Bagaimana kalau kita lanjutkan lagi besok?” tanya Nasril.
Sebenarnya bahan untuk kebutuhan wawancara sudah cukup, tetapi seperti muncul keinginan untuk terus berbicara dengan Nasril, menggali lebih dalam pola hidup sederhana yang dilakoninya, berbagi rasa bahagia karena dia bisa memberangkatkan kedua orangtuanya ke Tanah Suci, dan semuanya. Tetapi itulah, selalu tak cukup waktu untuk berbicara dengan “seorang kawan baik yang lama tak berjumpa”. (muhammad arifin)
Sumut Pos
Senin, 15 Februari 2015